GENERASIINDONESIA.COM
| Mantan Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo Gatot
Sulistiantoro Dewa Broto menulis kisah sepak terjangnya sebagai humas
dalam buku berjudul "The PR : Tantangan Public Relations Pada Era
Keterbukaan".
"Menjadi PR itu tidak cukup hanya cantik atau berpenampilan menarik, tapi harus memiliki pengetahuan ilmu komunikasi yang baik. Melalui buku ini saya ingin berbagi pengalaman saya menulis buku," kata Gatot.
Buku yang ditulis selama tiga tahun dari 2009 hingga 2012 itu memuat kisah-kisah menarik Gatot sebagai humas saat di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
Buku setebal 548 halaman itu menggambarkan bagaimana seorang humas yang baik menghadapi atasan dan wartawan.
"Bab kedua di buku saya mengupas tentang perseteruan saya dengan Roy suryo yang sekarang jadi bos saya. Waktu itu Pak Roy masih sebagai pengamat komunikasi. Sebagai humas, saya harus menyelesaikan semua persoalan tanpa harus selalu menunggu instruksi dari Menhub saat itu, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar," katanya.
"Setinggi apapun jabatan seseorang, kita hrarus pintar memainkan irama setting agenda teori komunikasi," katanya.
Buku Gatot sangat tepat menjadi rujukan bacaan bagi mereka yang bekerja di bidang public relations karena ditulis langsung oleh praktisi bukan hanya oleh pengamat atau pakar.
Buku dibagi menjadi empat bab. Bab pertama membahas tentang keberadaan dan perkembangan kelembagaan Kementerian Kominfo.
Penulis menempatkan Kementerian Kominfo secara proporsional, karena sebagian orang menganggap Kemenkominfo represif terhadap arus komunikasi dan informasi.
Bab kedua membahas pengalaman awal mula sang penulis bersentuhan dengan sejumlah isu "panas".
Bab ketiga membahas permasalahan yang terkait dengan sorotan publik terhadap kinerja dan kebijakan Kementerian Kominfo yang cukup beragam, mulai dari era kepemimpinan Sofyan A. Djalil, M. Nuh hingga Tifatul Sembiring.
Bab keempat membahas persaingan bisnis telekomunikasi yang menuntut kecermatan tinggi dalam memonitor ketaatan penyelenggara telekomunikasi. [gi/ant]
"Menjadi PR itu tidak cukup hanya cantik atau berpenampilan menarik, tapi harus memiliki pengetahuan ilmu komunikasi yang baik. Melalui buku ini saya ingin berbagi pengalaman saya menulis buku," kata Gatot.
Buku yang ditulis selama tiga tahun dari 2009 hingga 2012 itu memuat kisah-kisah menarik Gatot sebagai humas saat di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
Buku setebal 548 halaman itu menggambarkan bagaimana seorang humas yang baik menghadapi atasan dan wartawan.
"Bab kedua di buku saya mengupas tentang perseteruan saya dengan Roy suryo yang sekarang jadi bos saya. Waktu itu Pak Roy masih sebagai pengamat komunikasi. Sebagai humas, saya harus menyelesaikan semua persoalan tanpa harus selalu menunggu instruksi dari Menhub saat itu, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar," katanya.
"Setinggi apapun jabatan seseorang, kita hrarus pintar memainkan irama setting agenda teori komunikasi," katanya.
Buku Gatot sangat tepat menjadi rujukan bacaan bagi mereka yang bekerja di bidang public relations karena ditulis langsung oleh praktisi bukan hanya oleh pengamat atau pakar.
Buku dibagi menjadi empat bab. Bab pertama membahas tentang keberadaan dan perkembangan kelembagaan Kementerian Kominfo.
Penulis menempatkan Kementerian Kominfo secara proporsional, karena sebagian orang menganggap Kemenkominfo represif terhadap arus komunikasi dan informasi.
Bab kedua membahas pengalaman awal mula sang penulis bersentuhan dengan sejumlah isu "panas".
Bab ketiga membahas permasalahan yang terkait dengan sorotan publik terhadap kinerja dan kebijakan Kementerian Kominfo yang cukup beragam, mulai dari era kepemimpinan Sofyan A. Djalil, M. Nuh hingga Tifatul Sembiring.
Bab keempat membahas persaingan bisnis telekomunikasi yang menuntut kecermatan tinggi dalam memonitor ketaatan penyelenggara telekomunikasi. [gi/ant]