GEN-ID | Perilaku koruptif yang kerap ditampilkan di media massa cetak, elektronik, maupun tayangan sinetron perlahan namun pasti akhirnya menjadi hal biasa, permisif dan menular. Tak terkecuali menjangkiti hingga siswa sekolah dasar.
Mencuri PR (Pekerjaan Rumah, red) contohnya. Tampaknya hal tersebut bukan sesuatu yang besar karena dampak langsungnya tidak begitu terasa. Namun pada korban yang dicuri PRnya akan berakibat fatal, mengingat kurikulum 2013 memberikan penilaian bukan dengan numerik (angka), melainkan pada keaktifan siswa, tuntas atau tidak tuntas. Demikian pernah disampaikan Guru Kelas 6A SDN 14 Kebonpala, Makasar, Jakarta Timur, Bapak Andar Sitanggang, dalam sebuah pertemuan dengan komite sekolah yang terdiri dari para orangtua siswa.
Jika kebiasaan siswa mencontek PR milik siswa lain telah meningkat menjadi mencuri, tentu membutuhkan perhatian lebih serius. Karena dampaknya akan dirasakan oleh korban yang tidak akan mendapatkan nilai karena dianggap tidak mengerjakan PR.
Perilaku mencuri, koruptif, jika dibiasakan dari sejak usia dini, akan menciptakan pencuri besar di masa mendatang, sebagaimana sering dipertontonkan di berita-berita kriminal dan sinetron.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak era kepemimpinan Taufiekurrahman Ruki aktif mengajak pemerintah daerah untuk terlibat dalam pencegahan korupsi, melalui pendidikan anak sejak usia dini.
KPK mengingatkan bahwa upaya pencegahan merupakan langkah efektif dalam upaya pemberantasan korupsi, yang dimulai dari keluarga dan dunia pendidikan.
“Ternyata pencegahan ini tidak bisa hanya seperti kita membuat pagar, mengatur lalu lintas, tidak hanya tugas-tugas prefentif, tapi harus lebih mundur lagi ke belakang melaksanakan tugas yang disebut dengan preemtif, preemtif itu dimulai dari pendidikan anak-anak," ujar Taufiekurrahman Ruki, pegiat anti korupsi yang merupakan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Program pendidikan anti korupsi yang terintegrasi dengan pelajaran di sekolah, diharapkan dapat menjadi upaya pencegahan yang efektif dengan menciptakan generasi anti korupsi di masa depan.
Taufiequrachman Ruki menerangkan bahwa perilaku korupsi bukan hanya disebabkan oleh perilaku manusia, melainkan lebih pada sistem pemerintahan yang buruk.
“Korupsi itu bukan terjadi karena bad people saja, tapi juga karena bad system, karena fail system, karena wrong system," katanya.
Sehingga disini menjadi kewajiban pejabat pemerintah untuk review the existing system, "kalau the existing system ternyata lemah dan mengandung hazard, mengandung corruption hazard, peluang-peluang terjadi korupsi, segera diperbaiki,” kata Ruki.
Sementara itu Walikota Surabaya Tri Rismaharini juga meyakini bahwa pendidikan anti korupsi dan pembentukan karakter yang baik kepada anak sejak usia dini, akan membantu terbangunnya masyarakat serta bangsa yang anti korupsi.
“Saya juga sangat percaya bahwa dimulai dari anak-anaklah kita punya komitmen dan integritas untuk membangun negara ini,” kata Tri Rismaharini, Walikota Surabaya.