Oleh: Mahar Prastowo
PR & Communication Strategic @MPSyndicates
Issue Maker @FORWARD
Kabupaten
Pulau Taliabu adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara,
merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan
dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 dengan pusat
pemerintahan di Bobong. Luas wilayah 1.469,93 km² dengan jumlah
penduduk saat pemekaran menjadi DOB (Daerah Otonomi Baru) sebanyak
56.135 jiwa.
Soal semangat pemekaran menjadi daerah otonom kabupaten Pulau
Taliabu, tentu tak lepas dari niat awal pemekaran itu sendiri dalam
rangka mempercepat pengembangan ekonomi dan meningkatkan pelayanan pada
masyarakat sesuai karakteristik kepulauan yang membutuhkan dukungan
kebijakan pengembangan wilayah berbasis pada potensi serta kekhasan
wilayah yang dimiliki.
Secara geografis, Pulau Taliabu memiliki karakteristik sebagai daerah
kepulauan. Dengan dibentuknya Kabupaten Pulau Taliabu maka fokus
pengembangan wilayah diharapkan lebih optimal dan menjangkau wilayah
kepulauan, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin.
Dari perspektif geopolitik, wilayah Pulau Talibu merupakan kawasan
perbatasan terluar dan jalur pelayaran internasional dengan negara lain
dalam hal ini negara Philipina, sehingga memerlukan perhatian dan
kebijakan khusus untuk lebih mendorong pengembangan wilayah kepulauan,
agar memiliki tingkat ketahanan wilayah dan ketahanan masyarakat yang
baik dalam kerangka penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wilayah
Kabupaten Pulau Taliabu terbagi menjadi 8 (delapan) kecamatan yaitu
Taliabu Barat dengan ibukota Bobong, Taliabu Barat Laut dengan ibukota
kecamatan di Nggele, Taliabu Timur dengan ibukota kecamatan di Samuya,
Taliabu Timur Selatan (Losseng), Taliabu Selatan (Pancadu), Taliabu
Utara (Gela), Lede (Lede), Tabona dengan ibukota kecamatan juga di
Tabona.
Untuk lebih mengenal persebaran atau distribusi
administrasi pemerintahan Kabupaten Pulau Taliabu, berikut ini adalah
kecamatan dan desa/kelurahan di Pulau Taliabu:
Kecamatan Taliabu
Barat meliputi Desa Bobong, Desa Talo, Desa Kawalo, Desa Limbo, Desa
Maranti Jaya, Desa Karamat, Desa Holbota, Desa Pancoran, Desa Wayo, Desa
Kilong, Desa Ratahaya, Desa Loho Bubba, dan Desa Woyo.
Kecamatan Taliabu Barat Laut meliputi Desa Nggele, Desa Salati, Desa Beringin Jaya, Desa Kasango, dan Desa Oneway.
Kecamatan Lede meliputi Desa Lede, Desa Todoli, Desa Tolong, Desa Langganu, dan Desa Balahong.
Kecamatan
Taliabu Utara meliputi Desa Mananga, Desa Tanjung Una, Desa Jorjoga,
Desa Gela, Desa Minton, Desa Nunca, Desa Sahu, Desa Mbono, Desa Hai,
Desa Tikong, Desa Dege, Desa Air Bulan, Desa Air Kalimat, Desa Ufung,
Desa Padang, Desa Natang Kuning, Desa Nunu, Desa London, dan Desa Wahe.
Kecamatan Taliabu Timur meliputi Desa Penu, Desa Parigi, Desa Samuya, dan Desa Tubang.
Kecamatan
Taliabu Timur Selatan meliputi Desa Waikadai, Desa Losseng, Desa
Kawadang, Desa Sofan, Desa Mantarara, Desa Belo, Desa Kamaya, Desa
Waikoka, dan Desa Waikadai Sula.
Kecamatan Taliabu Selatan
meliputi Desa Bahu, Desa Bapenu, Desa Kilo, Desa Pancado, Desa Maluli,
Desa Nggaki, Desa Sumbong, Desa Galebo, dan Desa Nggoli.
Kecamatan Tabona meliputi Desa Tabona, Desa Kabunu, Desa Peleng, Desa Fayaunana, Desa Habunuha, Desa Kataga, dan Desa Wolio.
Setelah
pemekaran Kabupaten Kepulauan Sula, dan terbentuk Kabupaten Pulau
Taliabu, maka wilayah Kabupaten Sula menjadi Kecamatan Mangoli Timur,
Kecamatan Sanana, Kecamatan Sulabesi Barat, Kecamatan Mangoli Barat,
Kecamatan Sulabesi Tengah, Kecamatan Sulabesi Timur, Kecamatan Sulabesi
Selatan, Kecamatan Mangoli Utara Timur, Kecamatan Mangoli Tengah,
Kecamatan Mangoli Selatan, Kecamatan Mangoli Utara, dan Kecamatan Sanana
Utara.
Dengan terbentuknya Kabupaten Pulau Taliabu sebagai
daerah otonom, Kabupaten Pulau Taliabu perlu melakukan berbagai upaya
peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana
pemerintahan, pemberdayaan, dan peningkatan sumber daya manusia, serta
pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Apakah hal tersebut sudah berjalan dalam kurun sekira 7 (tujuh) tahun ini?
Tentunya
butuh evaluasi terutama dari pemerintah provinsi Maluku Utara dan DPRD
Maluku Utara, yang hasilnya diumumkan secara terbuka kepada publik, agar
semua tahu perkembangan jalannya manajemen pemerintahan Kabupaten Pulau
Taliabu. Dengan demikian semua pihak juga dapat memberikan penilaian,
dan dapat bersama-sama menambal kekurangan, mempertahankan dan
meningkatkan yang sudah dicapai sebagai pencapaian bersama.
Mungkin
yang paling nampak dari pencapaian-pencapaian itu adalah yang bersifat
fisik seperti pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang sebelumnya
tentu telah disusun perencanaannya secara serasi dan terpadu dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Namun
secara luas, tentu bukan hanya sarana fisik saja wujud dari pembangunan
itu, melainkan meliputi hal-hal yang mencakup IPM (Indeks Pembangunan
Manusia) yang oleh PBB melalui United Nations Development Programme
(UNDP) pada tahun 1990 dipublikasikan secara berkala dalam laporan
tahunan Human Development Report (HDR) ditetapkan meliputi 3 (tiga) hal
dimensi dasar: Umur panjang dan hidup sehat, Pengetahuan (pendidikan),
Standar hidup layak (Kesejahteraan).
IPM merupakan indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia (masyarakat/penduduk dan menentukan peringkat atau level
pembangunan suatu wilayah/negara.
Di Indonesia, IPM juga
merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja
Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan
Dana Alokasi Umum (DAU).
IPM secara nasional Provinsi Maluku
Utara menurut BPS adalah 27, dan secara wilayah, Kabupaten Pulau Taliabu
masih berada di posisi 10 dari 10 Kabupaten, atau dibawah Morotai (9)
dan Sula (8). Itu sebabnya daerah pemekaran baru ini masih menjadi
daerah tertinggal sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 63 tentang
Daerah Tertinggal, terakit dengan perkembangan SDM dan Wilayahnya.
Secara
nasional, penilaian daerah tertinggal meliputi 6 aspek yaitu
kesejahteraan yang ditunjukkan dengan perekonomian masyarakat, sumber
daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah,
aksesibilitas dan karakteristik daerah.
Masalah klasik yang
dihadapi oleh semua daerah otonomi baru biasanya adalah keterbatasan
anggaran untuk pembiayaan seluruh sektor pembangunan. Sehingga
dibutuhkan kerjasama semua pihak baik pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat.
Disamping kerjasama oleh semua pihak untuk terlibat
dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi
pembangunan, juga dibutuhkan komitmen dan tranparansi sehingga muncul
penilaian masyarakat bahwa pelaksana pemerintahan telah bekerja dan juga
muncul rasa percaya.
Mengelola Kabupaten Taliabu tentu bukan
perkara mudah, daerah otonom baru, yang termasuk daerah tertinggal dan
daerah induknya pun tertinggal. Namun, ketertinggalan itu bukan penyebab
utama melainkan sesuatu yang harus dicari pemecahannya agar tak lagi
tertinggal. Butuh modal, tentu. Dan Kabupaten Taliabu tak kurang
modalnya dari sisi potensi sumber daya alam.
Sebagaimana
diketahui, wilayah kepulauan ini tak hanya cantik secara geografis. Tapi
juga cantik di dalamnya berupa potensi sumber kekayaan alam yang sangat
besar dan mencakup sejumlah komoditas strategis.
Batubara
misalnya, kekayaan yang berada di wilayah Taliabu Timur, kemudian minyak
dan gas bumi yang berada di wilayah Cekungan Sula (memanjang dari
perbatasan Kab. Banggai hingga sebelah Utara Pulau Taliabu dan Mangoli)
dan Cekungan Sula Selatan di sebelah Selatan Pulau Taliabu.
Ada
juga bahan galian nonlogam, pasir dan batu (sirtu) yang terdapat di
Kecamatan Taliabu Barat (Desa Nunca, Gela, Bappenu dan Pancado), Pasir
Kwarsa di Kecamatan Taliabu Barat (Desa Jorjoga dan Gela), dan Andesit
di Pulau Taliabu, Skist di Pulau Taliabu, dan Koalin di Pulau Mangole
dan Taliabu.
Dengan potensi yang begitu besar dan melimpah maka
pengembangan wilayah ini akan berpotensi memberikan kontribusi berupa
pendapatan yang besar bagi daerah dan untuk pembiayaan pembangunan di
Pulau Taliabu demi kesejahteran masyarakat.
Kini, Kabupaten Pulau
Taliabu sedang dihadapkan pada Pilkada yang akan memilih Bupati/Wakil
Bupati Periode 2020-2025 dengan kontestannya adalah pasangan petahana
Aliong Mus/Ramli (AMR) dan challengernya adalah pasangan Muhaimin
Syarif/Syarifudin Mohalesi (MS-SM).
Keputusan ada di tangan
rakyat pemilih di Taliabu, apakah AMR dipilih kembali untuk melanjutkan
kepemimpinannya, atau evaluasi kinerja akan membuat rakyat memilih MS-SM
guna menggantikan AMR.
Selamat menimbang dan memilih!