Notification

×

Iklan

Iklan

Header Ads

Ketum LDII Kembali Ingatkan Masyarakat Pahami Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara

Minggu, Juli 23, 2023 | 06.56 WIB | Last Updated 2023-08-02T20:39:54Z
Kejari Tulang Bawang saat sosialisasi hukum di Ponpes Al Huda 16 Februari 2023 (ilustrasi foto) 

GEN-ID🇮🇩 | Jakarta (23/7). Hari Bhakti Adhyaksa atau Hari Kejaksaan RI yang diperingati setiap 22 Juli, merupakan momentum berdirinya lembaga hukum tersebut. Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mendukung kemitraan Kejaksaan di setiap tingkatan untuk menegakkan hukum. 

"Masyarakat perlu memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dengan demikian hukum bisa menjaga demokrasi, di mana Kejaksaan memiliki peran yang sangat besar," tutur KH Chriswanto. 

Ia mengatakan, keseimbangan hak dan kewajiban membantu masyarakat menjadi warga negara yang patuh hukum. Untuk membangun masyarakat yang mengerti hak dan kewajibannya, menurut KH Chriswanto, ormas harus berpartisipasi aktif membantu Kejaksaan di setiap level.

DPP LDII menyambut inisiatif Kejaksaan Agung, melalui program ‘Jaksa Masuk Pesantren’, yang mengupayakan literasi hukum di lingkup masyarakat, pondok pesantren, sekolah, hingga komunitas pramuka. Program tersebut menjadi sinergisitas bagi kejaksaan dan ormas dalam melestarikan eksistensi bangsa dan negara.

“Interaksi dan komunikasi antara Kejaksaan Negeri dengan pondok-pondok pesantren kami betul-betul luar biasa. Semoga sinergisitas ini bisa terus dijalin dalam sehingga tercipta persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI,” ujarnya.

Perlu diketahui Kejaksaan mulai berdiri menjadi lembaga mandiri sejak 22 Juli 1960 berdasarkan Keppres No.204/1960.

Sebelumnya, Kejaksaan RI berada di bawah Departemen Kehakiman, yang diatur melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang diperjelas Peraturan Pemerintah (PP) No. 2/1945. Terpilih Jaksa Agung Indonesia pertama adalah Gatot Taroenamihardja.

15 tahun setelahnya, kejaksaan menjadi departemen yang terpisah (mandiri) melalui rapat kabinet 22 Juli 1960 yang tertuang dalam Surat Keputusan Presiden RI 1 Agustus 1960 No. 204/1960, yang kemudian disahkan menjadi UU. No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia.

Pada masa Orde Baru, UU tentang kejaksaan berubah menjadi UU No.5/1991 yang kemudian pada era Reformasi diperbarui dengan UU No.16/2004, kejaksaan disebut sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain secara merdeka dan independen.

Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis) yang memiliki kedudukan sentral dalam penegakan hukum artinya, hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan pengajuan kasus ke pengadilan atau tidak, berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar).

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat dukungan dengan hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik itu menjadi mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi dan tindak pidana lainnya.
×
Berita Terbaru Update