![]() |
Keterangan pers usai rakor Menteri ATR/BPN, Gubernur Jawa Barat, Wali Kota Bekasi, serta Bupati Kabuptean Bogor dan Bekasi (Foto:Ndoet/Dokpim) |
GENERASI-ID 🇮🇩 | Di Jakarta, pada satu pagi di bulan Maret yang basah, para pejabat duduk dalam rapat koordinasi. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, para bupati dan wali kota dari Bekasi dan Bogor, mereka berbicara tentang sungai, tentang sempadan yang mesti ditertibkan, tentang tanggul yang harus dibangun.
Banjir, seperti waktu, selalu datang dan pergi. Kita mengingatnya saat ia tiba, lalu melupakannya ketika air surut. Tetapi di ruangan itu, barangkali ada kesadaran bahwa sesuatu harus berubah.
Gubernur Dedi berbicara tentang rehabilitasi. Bukan hanya tanggul, tapi bagaimana kita menata kembali hubungan dengan air. Dengan lahan. Dengan ketahanan pangan. Karena banjir bukan sekadar air yang meluap. Ia adalah soal bagaimana kita hidup dengan alam, atau melawannya dengan separuh hati.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyebut Kali Bekasi. Air yang mengalir di dalamnya telah membawa banyak kisah: tentang tanah yang menyusut, bangunan-bangunan yang berdiri tanpa izin, dan warga yang setiap musim hujan bertanya-tanya, kapan ini akan berakhir.
Di rapat itu, ada target: April, penetapan lokasi lahan harus selesai. Mei, pengadaan tanah rampung. Juni, pembangunan dimulai.
Tetapi waktu bukan hanya deret angka. Ia adalah sejarah yang berjalan pelan. Seperti banjir yang terus kembali, ia mengingatkan kita bahwa segalanya bisa berubah, atau tetap seperti kemarin.
Lalu, apakah sungai akan menemukan jalannya? Apakah kota-kota akan belajar dari air yang tak pernah lelah mencari celah? Ataukah ini hanya pertemuan lain, di antara sekian banyak yang sudah berlalu, dan akan berlalu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar