Saat Orde Baru berkuasa, korupsi bukanlah hal yang tidak ada, tetapi terstruktur dan terkendali. Istilah yang sering digunakan adalah "berkat" kenduri, di mana sisa anggaran proyek negara menjadi "hadiah" bagi mereka yang berkuasa. Karena sistemnya terkontrol, skala korupsi masih terbatas pada elite tertentu dan belum menyebar secara masif ke semua lini. Namun, ketika Orde Baru tumbang pada 1998, sistem kontrol itu runtuh, membuka ruang bagi korupsi yang lebih bebas dan tak terkendali.
Hasilnya? Korupsi bukan hanya sekadar penyimpangan individu, tetapi sudah menjadi budaya yang mengakar dalam birokrasi, politik, bahkan di sektor swasta. Jika dulu korupsi terjadi dalam sistem yang "terkontrol", pasca-Reformasi, korupsi berkembang tanpa batas, menyedot kekayaan negara hingga ribuan triliun rupiah. Bahkan, di satu sisi negara terbebani utang luar negeri yang terus berbunga, sementara di sisi lain kekayaan negara mengalir ke kantong pribadi para koruptor dalam jumlah yang fantastis.
Korupsi dan Dampaknya bagi Indonesia
Korupsi yang merajalela memiliki dampak sistemik terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara:
-
Perekonomian yang Rapuh
Korupsi menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian hukum dan biaya siluman yang tinggi membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi stagnan, daya saing turun, dan masyarakat kecil semakin sulit mendapat kesejahteraan. -
Infrastruktur yang Mandek
Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru masuk ke kantong pribadi. Proyek infrastruktur mangkrak, kualitasnya rendah karena dana dipotong untuk suap dan mark-up. Akibatnya, biaya logistik meningkat dan produktivitas nasional terhambat. -
Kesenjangan Sosial yang Meningkat
Korupsi memperkaya segelintir orang sementara masyarakat luas tetap miskin. Subsidi dan program bantuan sosial bocor di tengah jalan, sehingga masyarakat yang seharusnya menerima manfaat malah terus bergulat dalam kemiskinan. -
Lemahnya Penegakan Hukum
Hukum menjadi alat tawar-menawar, bukan instrumen keadilan. Koruptor kakap bisa lolos dengan mudah, sementara rakyat kecil yang melakukan kesalahan kecil dihukum berat. Kepercayaan terhadap sistem hukum pun menurun, membuat masyarakat kehilangan harapan terhadap negara. -
Memburuknya Kualitas Demokrasi
Politik uang semakin menjadi-jadi. Pejabat yang terpilih bukan karena kapasitas dan integritas, tetapi karena punya modal besar untuk "membeli" suara. Kebijakan yang dihasilkan bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk mengamankan keuntungan bagi kelompok tertentu.
Membangun Indonesia sebagai Kekuatan Baru
Jika Indonesia ingin kembali menjadi negara yang kuat, bahkan menuju status superpower, maka langkah utama yang harus diambil adalah memerangi korupsi secara sistemik. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
-
Penegakan Hukum yang Tanpa Kompromi
- KPK harus diperkuat kembali dengan kewenangan yang lebih luas dan independensi penuh.
- Hukuman bagi koruptor harus diperberat, termasuk penerapan hukuman mati bagi kasus besar seperti di China.
- Pengawasan internal di kementerian dan lembaga harus diperketat untuk mencegah korupsi sejak dini.
-
Digitalisasi dan Transparansi Keuangan Negara
- Penggunaan teknologi blockchain dalam pengelolaan anggaran negara agar setiap transaksi dapat dipantau secara terbuka.
- Sistem e-government harus diterapkan secara menyeluruh untuk menghilangkan celah suap dan pungli.
-
Pembersihan Birokrasi dan Reformasi Politik
- Reformasi birokrasi harus dilakukan secara radikal dengan sistem meritokrasi yang ketat.
- Politik harus dibersihkan dari praktik transaksional dengan pembatasan dana kampanye yang lebih ketat.
-
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
- Korupsi terjadi karena kesenjangan ekonomi. Meningkatkan akses ke pendidikan dan modal usaha bagi masyarakat kecil dapat mengurangi ketergantungan mereka pada sistem yang korup.
- Revitalisasi sektor pertanian, maritim, dan industri manufaktur untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada impor.
-
Revolusi Mental dan Pendidikan Antikorupsi
- Pendidikan antikorupsi harus diajarkan sejak dini di sekolah-sekolah agar kesadaran terhadap bahaya korupsi tertanam dalam budaya masyarakat.
- Media dan masyarakat sipil harus aktif mengawasi dan melaporkan tindak korupsi tanpa takut akan intimidasi.
Supersemar 2.0: Momen Kebangkitan Indonesia?
Jika pada 1966 Supersemar menjadi titik awal perubahan menuju stabilitas dan pembangunan, maka saat ini Indonesia membutuhkan "Supersemar 2.0"—sebuah gerakan yang dapat mengembalikan negara ke jalur yang benar. Dengan komitmen kuat untuk memberantas korupsi, membangun pemerintahan yang bersih, dan memberdayakan rakyat, Indonesia bisa kembali menjadi kekuatan besar, bukan sekadar negara berkembang yang terus terjebak dalam lingkaran korupsi.
Sejarah telah membuktikan bahwa Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan. Kini, saatnya kita mengambil pelajaran dari masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih gemilang. Jika kita tidak bertindak sekarang, maka korupsi akan terus menggerogoti negeri ini hingga habis tak tersisa. Pertanyaannya, apakah kita akan membiarkan Indonesia terpuruk, atau justru menjadikannya kekuatan baru di kancah global? Jawabannya ada di tangan kita.
![]() |
Mahar Prastowo |